BARAK 98 Sebut Komisi 1 DPR RI Bukan Atasan Panglima TNI

Redaksi Indonesia – Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menekankan bahwa dirinya tidak masalah dengan rapat perdananya bersama Komisi I DPR tanpa ditemani Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman. Sebab, Yudo menyebut, ada Wakil KSAD Letjen Agus Subiyanto yang mewakili Dudung di dalam rapat.

Barisan Rakyat Komando 98 mengatakan sangat jelas dalam legal formal UU No.34 tahun 2004 kedudukan TNI/Panglima dibawah Presiden sebagai panglima tertinggi (a supremme commander) dan dibantu oleh Menhan secara administratif dalam pemenuhan kebutuhan TNI dan akuntabilitas politiknya.

“Sehingga apa yang dilakukan Komisi 1 DPR RI dan Panglima TNI sekonyong-konyong melakukan pertemuan/rapat merupakan bentuk pembangkangan terhadap regulasi dan Presiden/Menhansebagai atasan Panglima TNI.”, tegas Fathu Rahman Jamil Ketua BARAK 98 (Barisan Rakyat Komando 98) dalam keterangan tertulisnya.

Fathu Rahman Jamil Ketua BARAK 98 (Barisan Rakyat Komando 98).

Lanjut Fathu Rahman sudah sangat jelas posisi dan kedudukan Panglima TNI dibawah presiden dan dalam hal kebijakan strategis serta administrasi pemenuhan kebutuhan TNI panglima TNI berkordinasi dengan Kementerian Pertahanan.

Bacaan Lainnya
logo

Hubungan DPR terhadap TNI tidak secara langsung vertikal atasan-bawahan atau horizontal eksekutif-legislatif, namun harus melalui presiden sebagai panglima tertinggi atau melalui Kemenhan sebagai mitra kerja untuk meminta pertanggungjawaban kinerja Kemenhan secara keseluruhan atau berdasarkan permintaan (akuntabilitas politik).

Pengawasan anggaran atau akuntabilitas operasi dilakukan oleh lembaga negara yang memiliki kewenangan dalam hal ini Badan Pemeriksa Keuangan yang secara periodik melakukan pemeriksaan penggunaan APBN.

BARAK 98 menilai adanya politisasi TNI sudah sangat terasa karena ambiguitas pemaknaan kata “persetujuan oleh DPR” dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) UU no.34 tentang TNI yang menyatakan pengangkatan dan pemberhentian panglima harus mendapatkan persetujuan DPR. Sehingga demikian posisi Panglima TNI menjadi jabatan politis karena harus melalui fit and proper test serta mekanisme lainnya di Komisi 1 DPR RI.

BARAK 98 melihat kondisi tersebut seakan-akan Komisi 1 DPR RI sebagai atasan Panglima TNI dan melemahkan posisi Panglima TNI dihadapan Komisi 1 DPR RI.

“Dengan demikian Menhan seharusnya mengirimkan nota keberatan atau protes atas RDP yang dilakukan Komisi 1 DPR RI dengan Panglima TNI serta jajarannya, dan sudah sepatutnya Presiden sebagai panglima tertinggi menegur Panglima TNI yang menyimpang dari regulasi dan keliru dalam memahami hubungan sistem ketatanegaraan RI.”, tutup Fathu Rahman.(red)

logo

Pos terkait

banner redaksi indonesia